WFA 101: Work and Life Integration
Walaupun kita punya 24 jam atau 1440 menit sehari, tak jarang rasanya waktu itu nggak cukup untuk melakukan semua hal. Kerja, transportasi, mengurus rumah dan keluarga, rasanya to-do list terus bertambah. Kamu nggak sendiri dalam menjalankan hal tersebut, lho. Dian Sastrowardoyo aja mengalami rasanya punya beban ganda sebagai ibu bekerja.
Dengan semakin bercampurnya kehidupan personal dengan kerja, kita mesti beradaptasi untuk menjalankan keduanya secara simultan. Begitu pula yang dilakukan Muvers di Sekolah.mu. Inisiatif Work from Anywhere membuat Muvers kerap bekerja sambil melakukan aktivitas lain di rumah maupun di tempat lainnya.
“Work and life balance muncul sekitar 30-40 tahun lalu. Seiring berjalannya waktu, banyak yang men-challenge konsep ini karena seolah-olah semua harus 50:50 antara pekerjaan:keluarga/personal, padahal kenyataannya tidak begitu,” kata Yulia Indrati, Direktur Keluarga Kita, dalam Webinar WFA 101: Work and Life Integration yang diselenggarakan bagi Muvers Sekolah.mu.
Kenyataannya, integrasi kerja dan kehidupan personal juga berarti kita tak bisa mengkotak-kotakan hidup dalam sekat terpisah, apalagi memberi porsi saklek 50:50.

Bagaimana kita bisa menjalankan peran di kehidupan personal dan profesional secara maksimal?
Yulia mengajak Muvers untuk berefleksi satu kunci untuk menjalankan kerja dan kehidupan personal yang terintegrasi. Kita harus punya tujuan hidup yang jelas–atau dampak yang ingin kita hasilkan–sehingga kita dapat menjalankan peran-peran dengan semangat dan passionate. “Kita bisa lihat, punya keresahan apa dan dampak apa yang ingin dihasilkan dari yang kita lakukan selama kita berkontribusi di karier kita, begitu pula dengan apa yang kita lakukan sehari-hari,” tuturnya.
Miskonsepsi lain tentang integrasi kerja dan personal adalah kualitas di atas kuantitas. Nyatanya, keduanya saling berhubungan. Untuk membangun relasi berkualitas dengan anak, kita harus mengalokasikan waktu dan energi dengan kuantitas yang cukup. “Tidak ada kualitas tanpa kuantitas, terutama dalam hal interaksi. Ini berlaku dalam interaksi dengan pasangan, anak, dan anggota keluarga lainnya. Interaksi yang kuantitasnya cukup juga perlu untuk support system misal teman, sahabat, rekan kerja, dan sebagainya,” ucap Yulia.
Terakhir, yang sering menjadi miskonsepsi adalah uang sebagai alat mencapai tujuan. Padahal mungkin ada cara lain untuk mencapai tujuan kita tanpa mengeluarkan uang, misalnya menjadi relawan. Kita tak harus memonetisasi semua hal karena kita masih bisa berdampak dengan memberikan energi atau waktu untuk melakukan hal-hal bermakna.
Atur waktu dengan bijaksana
Tantangan dari integrasi kerja dan kehidupan personal ada di waktu. Yulia menegaskan, kita perlu mengatur waktu untuk mengelola kehidupan sehari-hari.
“Di masa kini yang serba remote, semua tercampur-campur. Meeting sambil pangku anak, bikin deck sambil nunggu makanan matang,” katanya. Dengan WFA, tak jarang juga Muvers menjalani rapat sambil memasak atau menjemput anak sekolah.
Baca juga: Tips Atur Waktu dengan Teknik Pomodoro
Terakhir, Yulia menambahkan, mindset dan strategi di atas harus dijalankan tanpa perasaan berkorban. “Saat kuat dengan tujuan, tidak ada yang perlu dikorbankan.”