Warna-Warni Keberagaman di Sekolah.mu
Nilai-nilai keberagaman dan inklusivitas adalah bagian dari keseharian Muvers di Sekolah.mu. Dengan kebijakan work from anywhere, Muvers punya kemudahan untuk bekerja dari mana saja; sementara flexible and personalized working hours juga memfasilitasi Muvers untuk bekerja sesuai dengan kondisi masing-masing.
Dengan kemudahan di atas, tak heran kalau Sekolah.mu diisi oleh beragam orang dari berbagai latar belakang. Kali ini kami berkesempatan ngobrol dengan beberapa Muvers yang mewakili warna-warni di Sekolah.mu Yuk, simak perbincangan kami!
Asep, Office Boy Sekolah.mu
Teman-teman yang sering ke kantor JP 33-34 pasti sering ketemu sama Mas Asep. Mas Aseplah yang membantu agar pekerjaan kita sehari-hari tetap lancar. Sekalipun menyandang keterbatasan sebagai tuna daksa, Mas Asep selalu bersemangat untuk belajar hal-hal baru. “Pasti bisa!” adalah mindsetnya dalam menghadapi tantangan!
Mas Asep berasal dari Kuningan, Jawa Barat, namun telah merantau dan menetap di Jakarta sejak lama. Ia bergabung sejak Sekolah.mu pertama berdiri sampai sekarang. “Sehari-hari saya di kantor, mempersiapkan supaya kantor bersih, bantu-bantu seperti fotokopi dan beli materai, pokoknya bagaimana supaya kerjaan teman-teman lancar,” katanya.
Pria berusia 33 tahun ini memiliki keterbatasan karena kondisi fisiknya; namun, mindset-nya tidak punya batasan. “Pasti bisa, Kak, semua pasti bisa!” ujar Mas Asep apabila ia menghadapi tantangan. Karena itu, ia amat terbuka dan haus akan ilmu. Teman-teman Muvers, kata Mas Asep, banyak mengajarinya pengetahuan baru, misalnya cara input data.
Tak hanya itu, banyak Muvers juga membantu Mas Asep dalam menjalankan tugasnya. Salah satu yang sering dibantu adalah ketika Mas Asep harus membawa gelas berisi air. “Karena kondisi saya, saya bisa bawa gelas tapi ada yang tumpah. Ini banyak dibantu teman-teman,” tuturnya.
Dengan semangatnya, Mas Asep menyimpan banyak cita-cita untuk terus maju. Salah satunya adalah bisa sekolah atau mengikuti kursus lagi. Pasti bisa, ya, Mas Asep!
Ester Irene Rumthe, Operational Manager Sekolah.mu
Biasa dipanggil Ester, Operational Manager Sekolah.mu ini berasal dari Ambon, Maluku. Ia merantau ke Bandung sejak SMA dan di sanalah Ester banyak belajar sebagai perantau.
“Namaku kan Éster, bisa ngomong Ester dengan benar karena 20 tahun di Bandung. Pertama kali datang, pelafalan bermasalah banget di awal. Nada bicaranya juga beda dengan orang Bandung, jadi terkesan kayak marah-marah, hahaha!” kenangnya. Senangnya, teman-teman sekolahnya sudah biasa dengan keberagaman, sehingga perbedaan tidak jadi soal.
Setelah tinggal di Bandung dan bekerja di sana, Ester sempat pulang agak lama ke Ambon ketika Covid-19 melanda. Di Ambon pula ia mulai bekerja di Sekolah.mu. Tak terduga, ternyata work from anywhere cukup menantang karena keterbatasan sinyal dan listrik. Apalagi pandemi tengah berlangsung sehingga Ester tidak bisa mencari alternatif tempat bekerja di luar rumah.
“Waktu baru masuk, kan baru awal kerja, jadi masih banyak penyesuaian. Kalau sinyal error waktu meeting, biasanya aku minta tolong dicatatkan dan di-brief lagi apa yang bisa dikerjakan. Benar-benar dari awal aku banyak dapat bantuan, tektok-an lewat WA juga cepat,” kata Ester ketika mengenang masa bekerja di Ambon.
Berdomisili di WIT, bekerja di zona waktu berbeda juga jadi keseruan tersendiri. Pagi terasa panjang karena ia bisa melakukan banyak hal sebelum bekerja, tetapi malam juga terasa cepat datang karena menyesuaikan jadwal teman-teman di WIB. Kadang, Ester baru selesai bekerja tatkala rumahnya sudah hening karena semua sudah menyelesaikan aktivitas hari itu.
Dengan tantangan sinyal dan listrik, Ester akhirnya pindah ke Jakarta agar lebih lancar bekerja. Ester pun mengemukakan kekaguman pada teman-teman Muvers yang juga berdomisili di daerah. “Keterbatasan akses bukan berarti halangan bagi kita memberikan akses pendidikan bagi semua. Salut banget buat teman-teman yang bersedia menjadi pembuka akses pendidikan di daerah dengan segala keterbatasan akses yang dimiliki di daerah masing-masing,” katanya.
Yohanes Nakul, Product UI Designer
UI Designer kelahiran Flores, NTT, ini biasa dipanggil Pa’ce. Ini bukan tanpa alasan; Nakul menghabiskan banyak waktu di Jayapura, Papua, mulai dari SMP sampai kuliah. Sekarang ia berdomisili di Manado, Sulawesi Utara.
Nakul termasuk designer otodidak yang belajar sendiri! Ia berkuliah di jurusan Manajemen sekaligus berkarier di dunia freelance sebagai desainer. “Aku belajar otodidak, dari Youtube, dari artikel,” katanya. Ia juga mengambil kelas di salah satu akademi belajar online.
Melihat rendahnya angka pendidikan di Indonesia Timur, Nakul pun berinisiatif bergabung dengan Sekolah.mu untuk turut membantu dan memberi dampak positif. Awalnya, ia kaget karena interaksi di meeting dan flow kerja terbilang cukup cepat. Nakul sempat merasa terintimidasi dan tidak percaya diri. Tapi teman-teman di tim Product banyak membantunya.
“Rasanya sangat kekeluargaan, semua dirangkul. Aku dikasih tahu konteks dan progress pekerjaannya seperti apa. Teman-teman mau ngajarin lagi dari awal,” tutur Nakul. Bahasa dan logat yang berbeda juga tak jadi penghalang, justru jadi warna-warni baru di tim Product. Ia merasa bahwa Sekolah.mu adalah tempat kolaborasi yang menyenangkan. Ia berkata, “Dari atas sampe ke bawah tuh nggak ada gap, sangat terbuka sekali bahkan dari pimpinan tinggi, bahkan suka nge-jokes, komunikasi lancar banget.”
Nakul berbagi kesan dengan teman-teman Muvers tentang keberagaman. Penting untuk saling memahami satu sama lain karena semakin beragam, semakin menarik. Dari keberagaman itu bisa lahir sebuah ide baru yang menarik untuk pendidikan kita. “Bisa saling belajar hal-hal baru dari orang yg background-nya berbeda,” pungkasnya.
Nuke Uswatun Hasanah, Graphic Designer Learning Product
Tak hanya dari Indonesia, Muvers juga berada di penjuru dunia! Nuke, Graphic Designer Learning Product, kini berkontribusi dari Istanbul, Turki. Ia bekerja sambil menempuh pendidikan S2 Radio, Televisi, dan Sinema di Ibn Haldun University Istanbul.
Perempuan asal Jakarta ini bergabung dengan Sekolah.mu karena tertarik dengan irisan antara seni dan pendidikan. Sebelumnya, Nuke menempuh S1 di bidang desain grafis dan sempat bekerja di Jakarta.
Tantangan bekerja di Turki yang paling besar adalah perbedaan waktu sampai 4 jam dengan WIB. “Banyak meeting jam 8 pagi, jadi aku bangun subuh jam 4 pagi,” kata Nuke. Ia bersyukur anggota timnya amat suportif dan pengertian. Untuk rapat pagi, misalnya, biasanya tim bertanya dulu tentang ketersediaan Nuke. Bahkan, ketika tribe Patrick dari Learning Product mengadakan buka puasa lebih dahulu, tim meminta maaf pada Nuke.
Tantangan lain adalah harus cepat berganti dalam penggunaan bahasa dan budaya. Nuke pernah tak sengaja berbicara dalam bahasa Turki dan Inggris saat meeting. Teman-teman di tim hanya tertawa merespon kejadian itu. Kondisi ini pun tak jarang jadi ice breaking, misalnya perkenalan dalam Bahasa Turki.
Bagaimana Nuke menyikapi inklusivitas di Sekolah.mu? Nuke menganggap Sekolah.mu sebagai wadah yang amat inklusif; semua bebas berpendapat, diskusi terbuka, tak ada kesenjangan antara leader dan staff. “Leader sangat mengayomi, bisa kasih konsultasi apa yang dikerjakan, bahkan tersedia 24 jam,” katanya. Anggota tim juga biasa saling bantu dan diskusi bersama.
Kebijakan WFA amat membantu bagi Nuke berkarier dalam kondisi saat ini. “Aplikasi Talenta sangat membantu, aku bisa lihat jadwal dengan mudah. Fasilitas juga sudah lancar; mulai dari website, Talenta, WA, Telegram, juga keterbukaan sejak awal tentang pihak yang bisa dihubungi sesuai kebutuhan masing-masing,” ucapnya.
Walaupun banyak perbedaan, hal ini bukan penghambat, justru jadi keunikan dan menambah rasa happy karena bisa bertukar pikiran dengan perbedaan yang ada. “Semangat dan ingat selau visi dan misi Sekolah.mu! Fasilitas sudah ada, tinggal kita mengakses dan berkomunikasi langsung dengan tim,” kata Nuke.