Book Review: Kisah Pendidikan bagi Perempuan di Afghanistan
Demi pendidikan dan keluarga, Rahima berubah menjadi Rahim. Rambut panjangnya dipotong, gamis panjang berganti menjadi celana. Rahim adalah satu dari sekian bacha posh, anak perempuan yang menjadi laki-laki, sebuah kultur turun-temurun di keluarga tanpa anak lelaki di Afghanistan.
Pada 2007, ketika Taliban menguasai Afghanistan, anak perempuan dianggap sebagai beban. Begitu pula di keluarga Rahima yang dikaruniai 5 anak perempuan tanpa satupun anak lelaki. Anak perempuan tak boleh bersekolah. Mereka mengerjakan berbagai pekerjaan rumah untuk kemudian dinikahkan secepat-cepatnya–acap kali masih di usia anak-anak– ketika ada lelaki yang melamar.
Untuk berbelanja bahan baku saja, para perempuan kesulitan karena mereka tak boleh keluar rumah sendirian. Mengenyam pendidikan, sudah di luar jangkauan. Berkat ide bibinya, Rahim bisa mendapat pendidikan sembari membantu keluarga: mulai dari berbelanja sampai akhirnya bekerja paruh waktu. Namun ia berkejaran dengan waktu. Sampai kapankah Rahim bisa mengecap kebebasan sebelum akhirnya dinikahkan?
Demikian sekelumit kisah dari buku karangan Nadia Hashimi, The Pearl That Broke Its Shell. Buku ini menceritakan tentang kehidupan bacha posh sekaligus realita pahit di masyarakat yang amat patriarkis, di mana anak perempuan dianggap tak ada gunanya bagi keluarga. Perempuan yang menyamar menjadi lelaki ternyata telah ada dari generasi sebelumnya, dan dalam buku ini, Rahima turut menceritakan kehidupan nenek buyutnya, Shekiba, yang juga harus menyamar menjadi pria sebelum akhirnya mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Bacha posh dan pendidikan
National Geographic menyebutkan:
In Afghanistan’s patriarchal society, economic dependency on men and social stigma put parents in a difficult spot. Daughters are often considered as a burden, while a son will earn money, carry on the family legacy and stay home to care for their aging parents. To counter this, some reassign their daughter’s gender at birth in a practice known as “bacha posh.” There’s even a rumor that a bacha posh daughter will lead to a son in the next pregnancy.
Bacha posh, yang arti literalnya adalah “berpakaian seperti lelaki”, merupakan tradisi yang telah ada di Afghanistan sejak dahulu. Perempuan menyamar tak hanya untuk membantu keluarga dalam kehidupan sehari-hari, tapi juga turut dalam berbagai aktivitas publik, bahkan hingga ikut berperang.
Akses pendidikan bagi perempuan masih amat terbatas di negara itu, bahkan hingga sekarang. Perempuan dilarang untuk bersekolah selepas pendidikan dasar. Beberapa perempuan mendirikan sekolah rahasia agar remaja perempuan masih bisa meraup ilmu.
The Pearl That Broke Its Shell mengantarkan kita pada kesadaran betapa pentingnya pendidikan bagi anak perempuan maupun lelaki. Semoga akses pendidikan di Afghanistan, Indonesia, dan belahan bumi lainnya makin luas dan terbuka bagi siapa saja.
–
Jika kamu karyawan Sekolah.mu, kamu bisa bergabung dengan Muvers Book Club untuk diskusi buku dan kegiatan menarik lainnya lho. Mari buka mata dan berkelana melalui kata-kata.
Baca juga: Buku Rekomendasi Muvers, Susah Berhenti Bacanya!