Mendengar Seksama, Mengerti Kebutuhan Lawan Bicara - Sekolah.mu

Mendengar Seksama, Mengerti Kebutuhan Lawan Bicara

Published
Categorized as News, Pilihan, Tips

A: “Duh, deg-degan nih mau presentasi nanti siang.”

B: “Tenang saja, kamu kan jago! Aku sih pasti butuh waktu lama buat latihan, tapi kamu bakal lancar, percaya deh.”

Apa kesanmu ketika melihat dialog di atas? B bermaksud baik untuk menenangkan A, namun, jawabannya belum tentu sesuai dengan kebutuhan A. Kemungkinan besar, A lebih butuh masukan teknis yang bisa membantunya presentasi dibandingkan kalimat penenang semata. Mendengar dengan baik adalah cara agar kita bisa tahu apa yang benar-benar dibutuhkan lawan bicara.

Banyak dari kita mungkin melewatkan kesempatan kritis dengan lawan bicara karena belum memiliki keahlian mendengar yang baik. Sebagai bagian dari komunikasi kritis, mendengar juga tergantung pada kesadaran akan tujuan, kebiasaan, dan pilihan kita untuk merespons. Jangan kuatir, kita tetap bisa meningkatkan kemampuan mendengar ini.




Gaya mendengar merepresentasikan berbagai tujuan yang ingin dicapai dalam pembicaraan. Penelitian dari Universitas Harvard menunjukkan empat gaya mendengar yang berbeda, yakni

  1. Pendengar analitis: bertujuan untuk menganalisa masalah dari titik netral
  2. Pendengar relasional: bertujuan untuk membangun hubungan dan mengerti emosi di balik pesan
  3. Pendengar kritis: bertujuan untuk mengkritik konteks pembicaraan dan keandalan si pembicara
  4. Pendengar task-focused atau berfokus pada tugas: bertujuan untuk membentuk pembicaraan menjadi transfer informasi penting yang efisien

 

Pendengar yang baik mampu berpindah peran dari satu gaya ke gaya lain sesuai dengan kebutuhan lawan bicara. Bagaimana cara kita membangun skill mendengar ini?

Tentukan tujuanmu mendengar

Kita punya banyak tujuan dalam sebuah pembicaraan: menghindari konflik, mendapat informasi, memberikan dukungan, dan sebagainya. Sebelum masuk terlalu dalam ke dalam percakapan, sejenak tentukan apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita bisa mendengar dengan baik. Apakah pendengar butuh dukungan emosional, informasi penting, atau refleksi? Mungkin, kondisi kita pun tidak sedang prima untuk mendengar–dan kita bisa menyampaikan hal ini pada lawan bicara sehingga ia pun bisa mengantisipasi respons dari kita.

Sadari gaya mendengar kita sehari-hari

Biasanya kita punya gaya mendengar yang dominan. Gaya itu belum tentu cocok diterapkan di semua kondisi. Di kantor, biasanya kita dituntut untuk menjadi pendengar task-focused yang punya waktu terbatas dan harus segera mengambil keputusan. Namun, di keluarga, hal itu belum tentu tepat dilakukan. Bayangkan jika adik kita sedang curhat tentang pertemanan, lalu kita langsung memberi target mencari teman baru dalam waktu singkat.

Dengan menyadari gaya mendengar kita, kita bisa berlatih untuk beralih ke gaya lain ketika pindah ke lingkungan berbeda. Ketika di kantor, kita menyiapkan diri menjadi pendengar yang analitis, sementara di rumah, kita lebih berempati dan fokus pada emosi lawan bicara.

Baca juga: Mengatasi Konflik Tempat Kerja, Ini Siasatnya

Sadari siapa yang tengah menjadi pusat perhatian

Dalam pembicaraan, biasanya satu pihak lebih dominan. Contohnya, orang tua yang tengah mendengarkan cerita anaknya sehari-hari. Dengan menyadari pihak dominan ini, kita bisa memberikan respons yang lebih tepat. Alangkah lebih baik menanggapi dengan singkat agar tak memotong pembicaraan lawan bicara, daripada memotongnya dan memberikan contoh pengalaman kita sendiri, yang berujung pada hilangnya momen lawan bicara untuk menyampaikan pesan utamanya.

Beradaptasi pada gaya mendengar yang berbeda

Karena secara natural kita akan punya satu gaya mendengar, kita mungkin tak segera beralih ke gaya lainnya sesuai dengan keadaan. Namun, kita bisa berpindah gaya mendengar di tengah-tengah pembicaraan.

“Saya deg-degan presentasi siang ini, nih.”

“Nggak apa-apa, kamu kan jago,” mungkin adalah respons reaktif kita. Kita bisa beralih ke gaya pendengar analitis untuk membantu lawan bicara. “Kira-kira, apa yang membuatmu deg-degan?” bisa jadi pertanyaan yang membantunya membedah masalah. 

Bertanya pada lawan bicara

Kita mungkin punya tujuan tertentu dalam pembicaraan yang tak sejalan dengan lawan bicara. Untuk mencapai komunikasi efektif, kita bisa menahan diri untuk memberi solusi secara langsung. Alih-alih bereaksi, kita bisa memberi jeda sejenak lalu bertanya kepada lawan bicara tentang apa yang ia inginkan. 

Misalnya, teman kita tengah berbicara tentang situasi kantornya yang tak menentu. Kita bisa mendengarkan, memberi kalimat penenang, lalu bertanya: apakah ia ingin terus bercerita atau ingin solusi? Terkadang, orang hanya ingin didengarkan tanpa diberikan solusi. 

Yuk belajar untuk meningkatkan skill mendengar dengan seksama agar kita bisa mengerti kebutuhan lawan bicara. 





 

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *